Sejarah Nusantara

Visit Sukabumi - Sejarah Sunda Nusantara

“Siapa yang menguasai hari ini akan menguasai masalalu, siapa yang menguasai masa lalu, akan menguasai masa depan”

Frase reflektif dari

“siapa yang menguasai masa lalu akanmenguasai masa depan,

siapa yang menguasai hari ini akan menguasia masa lalu” George Orwell, 1984


Baru saja kita lewati satu fenomena menarik yang sebenarnya biasa terjadi di Bumi namun unik bagi Indonesia. Peristiwa itu tidak lain adalah Gerhana Matahari Cincin (Annulus) sebagai persitiwa Saros 131,50, atau moment 181 dengan simbologika X-Jogo (181). Peristiwa itu merupakan persitiwa berulang. Namun, kalau kita kaitkan dengan peristiwa sebelumnya, yaitu Gempa Andaman 2004, dan Gempa Jogja 2006 yang berdampak besar, akan muncul satu susunan 3 peristiwa yang langka yang terjadi secara berurutan dalam kurun waktu 5 tahun. Peristiwa tersebut murni karena dinamika sistem kebumian, bukan buatan manusia jadi bisa dijadikan sebagai satu patokan.

Muncul pertanyaan dalam benak saya setelah mempelajari sejarah Indonesia, apakah 3 peristiwa tersebut merupakan persitiwa berulang? Kalau ya, kira-kira kapan 3 peristiwa berurutan dalam jangka waktu 5 tahun itu terjadi dan apa kaitannya dengan sejarah dan legenda Nusantara? Terutama legenda dan sejarah Sunda sebagai wilayah yang dilewati langsung oleh peristiwa langka Saros 131, 50? Banyak pertanyaan lainnya yang muncul, namun kali ini saya mau mencoba menguraikan masalah 3 persitiwa dalam kurun 5 tahun tersebut sebagai suatu konsep yang melahirkan 3 bilangan desimal terakhir yaitu bilangan 358.

Cetak Biru Sejarah


Kronologi sejarah Basis SUNDA nampaknya merupakan frame-work serta cetak-biru dari seluruh kronologi sejarah dunia dan digunakan secara bersama-sama oleh berbagai negara, sebagai suatu rujukan awal untuk merekonstruksi sejarah. Tidak tertutup kemungkinan keterlibatan banyak negara dan penguasa yang mampu memberikan pengaruh terhadap satu wilayah geografis mengambil andil besar dalam penyusunan sejarah dunia.
Kronologi Sunda berikut di rekonstruksikan berdasarkan 3 Peristiwa Besar alam yang mengubah segalanya. Atau berdasarkan konsep 358 sebagai susunan 3 bilangan terakhir dari sistem desimal yang telah ada, atau telah digunakan, atau telah dikomposisikan kembali berdasarkan 7 satuan yang dikonversikan dengan kaidah akar 2 Babylonia yaitu bilangan Real dari Akar 2. Nilainya adalah :

17/12 = 1,417

Sehingga diperoleh suatu framework logika dari simbologika irrasionalitas akar 2 dengan bantuan bilangan pi yang real sebagai penentu kapan siklus besar dalam orde 365x10=3650 tahun dimulai, dan diakhiri sesuai dengan batasan maksimum yang mungkin. Nilai dasarnya adalah nilai Real dari :

355/113=pi irrasional (dinisbahkan kepada Ahmes Mesir atau Akhnaton 1650 SM)

Menjadi

22/7=Pi Real = 3,14 (Yang Real, atau Sang-rila)

Kedua bilangan irrasional yang menjadi real ini menjadi dasar perkiraan dari siklus tahun sebagai suatu kronologi sejarah.
Selain itu digunakan batasan maksimum dari ekspektasi kehidupan yang optimal dari penyebab utama perubahan di Bumi yaitu Teori Plat Tektonik dengan simbol 230 (sandi Lam-Ro) dengan gempa terkuatnya yang muncul tahun 2004 dan 2006 yang lalu. Konsep ini kemudian dinyatakan sebagai hasil dari interaksi langsung dengan konstruksi awal Tatasurya, yaitu 11 menghasilkan 9, akibat adanya 1 benda ke-3 yang tak diketahui yaitu 13. Dinamika bumi dipengaruhi oleh tatanan Tatasurya, terutama dengan Bulan sebagai Satelit Bumi dengan simbol 110 yang berhubungan dengan 3 periode bulan yang aneh atau gangguan gerak bulan parameter–D (sumber: A.T Femenko,”History:Fiction or Science”).
Interaksi Pelat Tektonik dipicu oleh satu pemicu sebagai kumpulan pegunungan yang diidentifikasikan sebagai 6 gunung yang berada di wilayah Garut. Bilangan 6 merupakan bilangan sempurna, ia merupakan nilai real dari 110. Relasi matematisnya adalah

1+2+3=6

Relasi simbologikanya menghasilkan susunan bilangan 211 (2 dijit dengan 1 dan 1 dijit),

11 9 6

Sehingga maksud dari kedua bilangan real dari irrasional itu menunjukkan adanya konsentrasi dari pengaruh Bulan terhadap Bumi dimana area konsentrasinya berada di Wilayah yang disebut sebagai Wilayah 120, yaitu Bujur Timur 104-105-106-107 , 3 segmen (dengan per segmen 5 satuan atau 35), Lintang Selatan 4,5,6,7,8 derajat (4 segmen) dengan garis pusat adalah 6 derajat Lintang Selatan. Posisi pengamatan berada pada 107 BT dan 6 LS yaitu Lokasi Candi Jiwa, Batu Jaya, Karawang. Daerah dimana interaksi terbaik pengaruh bulan tersebut berada dikodekan sebagai daerah 623, yang tidak lain adalah Jakarta. Namun, sandi ini merupakan sandi untuk topografi wilayah Sunda dan yang mempengaruhinya, dimana pengaruh itu menyatakan konsep :

Akar 6, akar 2, akar 3

dengan Lokasi :
Pegunungan di sekitar Kota Garut dan lokus gunung Papandayan, ketinggian sekitar 2400 m , penanda khusus Sunrise di bulan 5 dan 11 (natural Encryption).
Pertemuan 2 lempeng di Samudera Indonesia, yaitu 2 Plat Tektonik
Pertemuan 3 Lempeng Asia Pasifik di Sulawesi yaitu 3 Plat Tektonik
Pegunungan di Wilayah Indonesia yaitu 129 dan 1 pemicu yang tidak diketahui ada dimana dalam sistem kronologis, atau siapa yang akan menjadi pemicu perubahan dari 129 Gunung Tersebut dimana Potensi utamanya adalah di wilayah Garut yaitu Gunung Papandayan.

Dengan demikian, lokasi 623 merupakan kunci pembuka dari rahasia dinamika kebumian, khususnya di Khatulistiwa alias Nusantara.

Tiga Peristiwa Besar Nyata

Patokan menentukan peristiwa besar ditentukan dari sejarah kebumian wilayah Nusantara. Patokan tersebut antara lain :
Gempa Besar Andaman yang baru-baru ini terjadi tahun 2004
Gempa Jogja yang terjadi tahun 2006
Annulus Gerhana Cincin dengan identifikasi 26-1, 22-7, atau identifikasi Saros 131, 50.

Kapan peristiwa besar yang sebenarnya terjadi dalam kurun 500 tahun terakhir sangat penting untuk memprediksikan bagaimana sebenarnya perilaku Bumi. Lokasi 623 boleh jadi merupakan lokasi penggetar acak, yang bisa memicu gempa di lain di lokasi yang jauh.

Hasil penelitian terakhir seperti dikabarkan Koran Tempo 21/1/2006 menunjukkan bahwa Gempa Andaman tahun 2004 memberikan pengaruh sejauh 15000 km dan terdeteksi di alat pendeteksi gema di sesar San Andreas California Amerika Serikat. Penemuan baru ini sangat penting karena menunjukkan bagaimana mekanisme pemicu gempa sebenarnya dengan pemicu awal Gempa Besar Andaman tahun 2004 yang dapat berpengaruh pada jangka waktu tertentu di masa depan.

Pengaruh Bulan

Menghubungkan gempa dan kondisi bulan, saya jadi teringat hasil penelitian Dr. Thomas Djamaluddin, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, yang tahun 2007 kemarin menyampaikan informasi penting tentang pola iklim dan kegempaan menjelang bulan purnama. Menurut beliau,

“Efek pasang maksimum bulan-matahari bisa memicu pelepasan energi di lempeng bumi berupa gempa. Gaya difrensial dua arah, menuju atau menjauhi bulan-matahari berpotensi mengganggu struktur lempeng bumi di daerah perbatasan malam dan siang. Contoh kasus yang sudah terjadi, pelepasan energi yang terjadi saat gempa Aceh pada pagi hari sekitar Pukul 08.00 dan gempa Yogyakarta sekitar Pukul 06.00. 

Mari kita cermati lagi data-data gempa besar di Indonesia yang mengakibatkan bencana kerusakan yang cukup parah selama ini! Amatilah, bahwa ternyata, peristiwa-peristiwa tersebut terjadi sekitar bulan baru atau purnama. Berikut data-datanya, yaitu Gempa Alor (12 November 2004) terjadi menjelang bulan baru (28 Ramadan 1425), gempa Nabire (26 November 2004) tejadi menjelang purnama (13 Syawal 1425), gempa Aceh (26 Desember 2004) terjadi saat purnama (14 Dzulqaidah 1425), gempa Simeulue (26 Februari 2005) terjadi setelah purnama (16 Muharram 1426), gempa Nias (28 Maret 2005) terjadi setelah purnama (17 Safar 1426), gempa Mentawai (10 April 2005) terjadi pada bulan baru (1 Rabiul Awal 1426), dan gempa Yogya (27 Mei 2006) terjadi menjelang bulan baru (29 Rabiuts Tsaniah 1427).

Berdasarkan pengalaman peristiwa-peristiwa alam yang berdampak tak hanya pada kerusakan, namun juga korban jiwa ini, Dr. Thomas Djamaluddin menyarankan, untuk memasukkan faktor astronomi efek pasang bulan-matahari pada analisis peringatan dini meteorologis-geofisis. Sebab, menurut pandangannya, wilayah Indonesia sebagai daerah kepulauan dengan kondisi geologis yang sangat aktif, sangat berpotensi terjadinya bencana akibat fenomena tersebut.” 
Catatan sejarah gempa terbaru ini sangat menarik dan menunjukkan pola gempa yang terjadi dalam segmen dimana terjadi peristiwa gempa besar tahun 2004 sampai 2006. Gempa itu merupakan gempa-gempa potensial yang terjadi di Wilayah Indonesia namun tidak tercatat dalam catatan sejarah manapun.

Data ini menunjukkan adanya satu hipotesis yang dapat dibangun. Hipotesis tersebut :

Gempa Besar seperti tahun 2004 dapat dijadikan patokan utama dimana pertimbangannya berkaitan dengan banyaknya wilayah yang dipengaruhi, berhubungan dengan lempeng utama Bumi di Samudera dan menelan korban banyak. Sehingga dengan menggunakan anggapan konservatif kalau gempa ini berkelakuan linier, maka penentuan jarak yang pasti dapat memberikan pengetahuan penting bagi generasi selanjutnya. Model yang dapat dibangun adalah model linier yang tetap. Karena itu, fase gempa besar seperti tahun 2004 merupakan ukuran siklus peradaban.

Gempa-gempa lebih kecil boleh jadi terjadi sebagai gempa susulan yang membentang dalam satu kurun waktu tertentu. Ukuran taksiran maksimum sekitar 5 tahun. Karena itu, dengan menggunakan informasi tahun 2004, tahun 2006, makan tahun 2009 boleh dikatakan sebagai tahun akhir siklus peradaban kalender Masehi dan Hijriah (1430).

Kalau dimodelkan gempa besar sebagai penghujung peradaban, maka 5 tahun setelah gempa besar dapat dikatakan sebagai batas toleransi dimana pengaruhnya makin berkurang namun dengan potensi yang telah dipindahkan ke bagian lain, atau ke bagian yang sama. Karena itu, terdapat suatu bentangan tahun yang cukup besar dimana boleh jadi bentangan itu merupakan fase paling dinamis di Planet Bumi khususnya di Indonesia sebagai wilayah terdekat dan wilayah paling banyak memiliki gugusan gunung berapi. Bentangan yang diusulkan merupakan bentangan teoritis yaitu ukuran 22 tahun sebagai fase The Greatest Common Divisor sisa 1, fase dimana 3 peristiwa besar akan menentukan putaran sejarah di masa depan. Fase ini bisa disimbologikakan sebagai fase Kelahiran Baru atau fase 213 sedangkan siklus taksirannya bisa dituliskan menjadi 500+22=522 tahun sebagai siklus Sabdo Palon.

Tiga Peristiwa Besar

Peristiwa besar macam apa yang mungkin terjadi barangkali merupakan pertanyaan utama. Secara umum, peristiwa itu dibagi menjadi :
Peristiwa yang datang dari langit. Peristiwa dari langit murni peristiwa alam. Kita tak dapat mengaturnya, namun dapat mencegahnya atau mengurangi dampaknya. Misalnya, peristiwa gerhana matahari yang istimewa karena melalui wilayah 120, merupakan peristiwa langka. Karena itu gerhana Annulus tanggal 26-1 nanti maupun tanggla 22-7 nanti dapat digunakan sebagai patokan. Yang lainnya boleh saja terjadi adanya asteroid masuk ke Bumi, hujan meteor, limpahan energi dari angkasa luar seperti frekuensi Magic 142 GigaHertz, sampai sesuatu yang tak dikenal.
Peristiwa yang terjadi di atmosfir. Peristiwa ini dapat terjadi karena peristiwa pertama, tetapi juga dapat terjadi karena perbuatan manusia. Misalnya polusi udara akan menimbulkan efek rumah kaca, atau posisi Bumi-Bulan-Matahari dapat memberikan dampak anomali di atmosfir misalnya kerusakan lapisan ozon, perubahan kecepatan cahaya, gravitasi dll. Selain itu, peristiwa di atmosfir dapat muncul karena perilaku alamiah sistem atmosferik Bumi karena Bumi nampaknya mempunyai periode pemanasan Global secara alami dalam kurun 400 sampai 429 tahun.
Peristiwa yang terjadi di Bumi. Peristiwa di Bumi dapat terjadi karena peristiwa sebelumnya seperti gempa susulan, karena faktor perbuatan manusia misalnya peperangan, perkembangan peradaban yang tidak terkendali, atau karena dampak dari peristiwa 1 dan 2. Dengan demikian, peristiwa di Bumi sebagai faktor X sangat menentukan untuk diketahui atau setidaknya dapat diramalkan sehingga kita dapat mengendalikan perilaku kita sendiri. Termasuk disini adalah menggunakan ilmu pengetahuan lahir dan batin (sains dan agama) sebagai sarana untuk mengatasinya. Simbologika dari pengetahuan yang dibutuhkan manusia karena itu adalah 38 (10 desimal, 28 huruf atau simbol).
Ketiga kemungkinan sumber penyebab perubahan di Bumi itulah yang kemudian disimbolikkan menjadi 358 sebagai susunan bilangan yang melengkapi susunan bilangan desimal lainya yaitu 146, 279 yang masing-masing mewakili konstruksi dasar manusia sebagai makhluk ciptaan Pencipta Yang Maha Esa dengan Pengetahuannya, dan konstruksi dari sistem tatasurya sebagai Nine Body Problems.
Sistem desimal dengan segala permasalahannya yang muncul dibuat bagi umat manusia selain sebagai instrumen elementer untuk merealisasikan impiannya sebenarnya berkaitan erat dengan upaya manusia untuk tetap eksis bisa hidup di Bumi dan mengatasi permasalahannya.
Bilangan desimal karena itu dirancang guna mengantisipasi perubahan di Bumi dimana terdapat suatu hipotesis awal yang mendasarinya. Hipotesis itu berkaitan dengan 3 kemungkinan penyebab utama perubahan besar di Bumi (simbol 5, lima) yang dapat mengubah segalanya sebagai suatu siklus besar atau Kaliyuga yaitu (8). Jadi, susunan bilangan desimal pada dasarnya kalau disusun sebagai matriks 3x3 adalah :


146 (Manusia dan Pengetahuan Tuhan)
279 (Sistem Tatasurya)
358 (Perubahan yang terjadi didalamnya)

Karena itu, sudah sewajarnya dalam banyak hal pedoman manusia sebenarnya diuraikan dari penafsiran sistem desimal, dari desimal ke sistem huruf serta penyusunannya guna menyampaikan ide dan gagasan, sampai akhirnya berbentuk kitab keagamaan, kebijakan, maupun hasil karya ilmiah yang lebih modern dengan model yang lebih teruji.

Rumusan Kronologi Sunda : 6122, 21

Kronologi Sunda sebenarnya tertera dalam prasasti Sunda dengan sandi Gomati dan Candrabagha (Bekasi), dengan nilai yang menyatakan nilai Annulus Gerhana Matahari Cicin yang terjadi dalam waktu 5 tahun setelah Gempa Besar sekelas Gempa Andaman atau tahun 2004. Dengan menggunakan konstruksi setahun 365 hari dan siklus besar mencakup 3650 tahun, maka partisi bilangan 3650 menjadi 2 dilakukan dengan berpijak kepada nilai aktivitas Plat Tektonik yang diekspasikan yaitu Sandi Nyi Loro Kidul dari 230 menjadi 2000 sebagai nilai maksimal. Karena itu, partisi tahun itu menjadi :

1650 dan 2000

Nilai ini sebenarnya satu siklus pi=22/7 dikali 100 sebagai kapasitas Pengetahuan dari nilai kuadratik 10^2 yangmenghasikan siklus 1000 tahun dengan simbol 8. 10^2 diperoleh dari konsep spiritual “dari titik menjadi garis dan lingkaraan” dengan penulisan .10 2 3, hasil penguraian simbologikanya adalah :

10 2, 3

102==Syarat kehidupan 1,02 N/m^2 (987 bar)

X=10 dan Y=23

X*Y=230

Relasi linearnya adalah persamaan Arya Batha yang sebenarnya adalah persamaan Jakarta (623).

137X+10=60Y

Disamping persamaan diatas, nilai simbologika Unifikasi muncul yaitu :

X U Y = 1023 dengan U=93

U=93 adalah bilangan Mesir Kuno dengan jumlah 12. Jumlah 12 ini tidak lain adalah hukum pemantulan cahaya pelat datar danpengaruhnya di atas Wilayah Plat Tektonk yang akan menghasilkan Gempa skala 9,3 seperti yang terjadi tahun 2004 yang lalu.

0,1,1,2,3,5 = 12 6

Bilangan 12 dan 6 menjadi 126 melalui konsep Paramater gerakkan bulan yang mempengaruhi Bumi, pada posisi 120. Yaitu Wilayah Sunda, atau antara posisi 104,105,106 Bujur Timur dan antara Lintang Selatan 3,4,6,7,8 dengan relasi.

3x4x10+6 = 126



Penggunaan satuan 10 sebagai Dasha atau Puluhan menunjukkan bagaimana konsep Terang dan Gelap, On dan Off, 1 dan 0, alias desimal-biner sistem mulai digunakan.
Partisi Bilangan 93 akan menghasilkan konsep Bilangan pembatas dan keseimbangan yaitu :

93=78+15

Bilangan 78 adalah dasar-dasar bilangan yang melahirkan persamaan umum dan sekarang digunakan sebagai posisi awal tahun Saka Jawa (78 M) sedangkan 15 tidak lain adalah bilangan keseimbangan Magic Square Lo-Shu.
Namun, untuk menguraikan konsep dasar bilangan-bilangan tersebut, diperlukan suatu persamaan umum yang dapat dituliskan sebagai :

(2x+3)20/6x – x = Y1

(2x+3)20/6x + x = Y2

Nilai Y1 dan Y2 yang digunakan adalah nilai bulat. Operasi yang digunakan didasarkan pada operasi hasil kali prima terkecil yang menghasilkan bilangan prima, yaitu 7 dan 17 dengan hasil 119.

119 menunjukkan konstruksi dasar awal dan akhir konfigurasi tatasurya yang diringkas menjadi Matriks 10x10 dengan diagonal kelipatan 9 dan 11 dimana operator pengungkitnya adalah The Greatest Common Divisor 21, 3, 7, dan 17.

21 = 7x3
119 = 7x17
21+119 = 140

Nilai 140 merupakan nilai simbologika untuk siklus (O, lingkaran) 14 hari bernilai sempurna yaitu nilai ukuran dwi-mingguan sebagai nilai maksimum jumlah hari.

14/2 = 7

Secara fisis, maka 140 adalah bilangan yang berhubungan dengan dinamika internal Inti Matahari yaitu denyut Pulsar :

1/40/60 menit

Uraian selanjutnya menunjukkan satu konsep menarik bagaimana peristiwa yang sama dapat diperkirakan telah terjadi sebelumnya bersamaan dengan peristiwa besar lainnya. Peristiwa besar lainnya yang dimaksud adalah Peristiwa Besar gempa Andaman tahun 2004 dan Gempa Laut Selatan tahun 2006. Dengan tidak tertutup kemungkinannya diiringi dengan letusan gunung berapi sebagai peristiwa yang terjadi selama kurun 3 rangkaian persitiwa besar itu. Masalah ini bisa disebut sebagai masalah 3 in 1 atau 314. Masalah pi=22/7 masalah 6122 (722) dan 21 alias isi dan maksud Prasasti Sunda saat terjadi peristiwa Saros 131,50 pada tangal 26-1 dan 22-7 ditahun yang tidak diketahui karena adanya beberapa informasi semu.

Bilangan yang tertulis di salah satu prasasti di Jawa Barat 6122 sebenarnya bukan simbologika tanpa dasar. Tapi disusun berdasarkan fakta alamiah kondisi Nusantara. 6122 menunjukkan konsep pelengkungan cahaya atau pemantulan cahaya di permukaan Bumi, dengan kemungkinan wilayahnya berkaitan dengan samudera yang luas, yang menyebabkan efek rumah kaca, dan berakhir pada pemanasan global, rusaknya ozon di atas Samudera Indonesia, munculnya anomali gravitasi dalam orde 9,81 plus minus 0,02, sampai diakhiri dengan Gempa Andaman Skala 9,3 yang mengubah arah kehidupan. Dari sini tentunya dengan pengetahuan tentang iklim hari ini kita dapat menduga kalau konsep demikian juga berhubungan dengan perubahan iklim, angin musim, pertanian, dan pelayaran. Dan faktor berpengaruh dalam peristiwa itu adalah posisi bulan terhadap Bumi dalam sistem gravitasi universal Bumi-Matahari. Dengan demikian, siklus Bulan lebih berpotensi sebagai faktor ke-3 yang mengganggu stabilitas gravitasi universal di Bumi dimana fokus wilayahnya adalah wilayah Samudera Indonesia, atau Laut Selatan, alias Nyi Loro Kidul (230).

Dechiper-nya sangat mudah dilakukan yaitu potong di posisi dijit ke-3 dari 6122 sehingga diperoleh rangkaian:

21

61

22

28-1, 227, 262/2=131, 1120. Bilangan 1120 menunjukkan kunci penting untuk memahami Prasasti Sunda dengan cara memotongnya di digit ke-3 menjadi:

11+20+22=53

Bilangan 53 adalah bilangan dasar algoritma-genetik karena dapat memerintahkan dirinya sendiri sehingga diperoleh bilangan generik asal usul yaitu 535 dan 536 sebagai penanda virtual, patokan peristiwa besar yang mungkin terjadi dan mungkin saja tidak terjadi yaitu Letusan Rakata 535-536 Masehi.
Bilangan 536 tertera dalam prasasti Sunda sebagai bilangan serah terima, atau peralihan setelah peristiwa besar 314 terjadi. Masalahnya, kapan sebenarnya peristiwa itu terjadi? Dan bagaimana terjadinya? Bagaimanakah memperkirakan kejadian yang sama terjadi sebelumnya? Setidaknya mungkin terjadi beberapa ratus yang lalu dengan menggunakan data-data minim yang terselubung dalam kisah dan legenda Nusantara yang membius Rakyat Indonesia sehingga seringkali lalai dimana sebenarnya ia hidup dan berpijak?
Rumusan yang tertulis dalam beberapa prasasti Sunda seperti bilangan tahun 536 M, 6122, 21, dan 1455 (Panca Pandawa Mengemban Bumi) sebenarnya merupakan kumpulan informasi yang disebarkan di beberapa tempat dengan sengaja dengan tujuan tertentu yang berhubungan dengan penggugah kesadaran bagi masyarakat. Meskipun penandaan tersebut berkesan ditulis dalam rentang waktu berbeda, namun sebenarnya ditulis dalam kurun waktu yang sama. Setidaknya kurun tersebut menandai permulaan digunakannya cara perhitungan baru menghitung kalender setelah peristiwa 314 terjadi.
Posisinya di wilayah Jawa Barat menunjukkan indikasi bahwa wilayah Sunda tersebut sangat penting. Bahkan dalam kitab Negarakretagama wilayah Jawa Barat disebut Wilayah Larangan atau wilayah yang dilindungi oleh karena satu sebab tertentu yang berhubungan dengan fungsi utama wilayah tersebut yang nampaknya disucikan atau diputihkan seperti asal nama kata Sunda atau Shunda sendiri yang berarti wajah putih. Kenapa diputihkan atau disucikan, nanti akan kita perkirakan sebagai suatu hipotesis tersendiri.

Kapan Terjadinya?

Menguraikan kapan terjadinya ternyata cukup sulit. Ini bagaikan menyusun teka-teki kronologi sejarah Nusantara sendiri yang centang perenang mulai dari tahun 535 M sampai tahun 1920 M. Namun, dengan informasi mutakhir yang kita alami dan saksikan sendiri sebagai rangkaian 3 peristiwa besar gempa besar 2004, gempa Jogja 2006, dan Annulus 2009, dapatlah disusun suatu hipotesis sebagai suatu teka-teki susunan 3 bilangan sampai 5 bilangan yang didasarkan pada kronologi sejarah yang tertera di batu Nisan, prasasti Sunda, dan kitab sejarah lokal. Susunan bilangan ini antara lain:

2004,2006,2009 (3 kejadian sebenarnya)

Kejadian masa lalu :

535, 536, 537 (Prasasti Sunda, teoritis diuraikan dari 96+2140/4=100)
686, 732, 778 (tahun Sailendra Sriwijaya, Sanjaya, Prasasti Kalasan)
1004, 1082, 1088, 1089, 1102, 1173 (Prasasti Tamil 1004, Prasasti Barus 1088, 3 nilai Nisan Leran Gresik terientifikasi sebagai 1082,1089,1102, 1073 terbukanya selat Sunda atau terpisahnya Jawa dan Sumatera)
1334, 1374,1400 ( Kitab Pararaton, Banyu Pindah dan Pagunung Anyar, kemungkinan relasi antara gempa Andaman dan munculnya gunung baru di Selat Sunda)
1404, 1406, 1419 (Nisan Maulana Malik Ibrahim, Gresik)
1450, 1452, 1455 (Tahun Saka di prasasti Sunda 1455) 
1473, 1475,1478 (Dialog Sunan Kali Jogo dan Sabda Palon 1478)
1477, 1479, 1482 (taksiran teoritis minus 100 tahun dari 1582)
1499, 1501, 1504 (taksiran teoritis, time-shift 1500 M)
1575,1577,1580 (taksiran teoritis)
1577, 1579, 1582 (Tahun Masehi, Gregorian Pope XIII)
1600,1680,1681,1682 (Gunung meletus di Peru, Letusan Rakata 1680, kunjungan komet Halley 1681,1682 teridentifikasi oleh Isaac Newton dan Haley di Inggris)

Dua peristiwa besar dengan bukti kongkrit yang telah tercatat dalam sejarah di masa selanjutnya adalah Letusan Tambora 1815, Rakata 1883, dan satu perbuatan manusia yaitu letusan Bom Atom 1945. Ketiga peristiwa di abad 19 dan 20 ini boleh jadi bisa dijadkan patokan untuk menentukan kapan sebenarnya events 3 persitiwa besar 2004,1006,2009 pernah terjadi sebelumnya sebagai satu rangkaian 314?
Berhubung saya menemukan kesulitan untuk menentukan posisi 3 persitiwa itu, bagi yang tertarik silahkan kalkulasi ulang dan temukan kapan 3 Persitiwa Besar itu terjadi?
Dengan mengetahui hal ini maka sebenarnya kita dapat meramalkan kondisi-kondisi alam di Nusantara maupun dunia dimana pada akhirnya akan terungkap bahwa Kronologi Sunda yang tersembunyi di susunan prasasti Sunda sebenarnya erat kaitannya dengan bagaimana kita harus mengembangkan diri dengan bantuan sistem kalender sebagai manajemen waktu yang bermanfaat untuk mengelola Nusantara /Indonesia sebagai negara yang berbasis pada Pengetahuan Emas dengan fokus pada manajemen Sumber Daya Alam dan Manusia dengan fokus pertanian, perkebunan, dan pertambangan sebagai potensi yang harus dioptimalkan lebih jauh ke depan dengan dukungan sains dan teknologi yang lebih baik.

Dibalik legenda dan sejarah Nusantara yang simpang siur, kalau saja kita lebih mau melakukan deep penetration dengan jernih menggunakan pisau nalar dan hati secara bersamaan (dzikr dan fikr, perenungan dan pemikiran logis), atau deep thinking, maka akan tergali Pengetahuan Emas, pengetahuan tentang Esensi, Manusia, Alam, dan Sejarahnya; dari sana akan tergali banyak hikmah bagi umat manusia yang disebut sebagai suku bangsa Indonesia. Jadi, menurut saya deep thinking perlu terutama bagi bangsa Indonesia yang pelupa ini, bagi penempuh jalan ruhani alias kita semua yang menjalani kehidupan yang kelak pasti akan mati, supaya waspada pada nafsu sendiri karena nafsu bisa menjadi perampok di Jalan Tuhan.

PR nya untuk sementara berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia terutama bagi mereka yang merasa pantas menjadi Wakil Rakyat yang tertarik dengan tanah kelahirannya, Bumi Shambara tempatnya berpijak, The Mother Land of The Earth, Nusantara – Indonesia Negara Sangga Buana.

Know-L-edge for everyone

Atmnd114912, 27-1-2009, jam 8:00

Artikel ini dibawah naungan creative common license

Kata kunci: 1984, kalender, dechiper, knowledge, indonesia, kronologi, sejarah, sunda, nusantara, 61221, george orwell

Sebelumnya: BHP – UPAYA MEMBANGUN BENTENG FEODALISME KEILMUAN

Selanjutnya : EARTH AND ATMOSPHERIC ELECTRICITY : Dari Benjamin Franklin, Ki Ageng Selo, PLN, Hingga Ponari Sweat
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Labels